Rabu, 09 Februari 2011

Hikayat Sebuah Amal

“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya.” Hadits ini merupakan sebuah peringatan penting yang harus dipegang dengan erat, agar setiap aktifitas kita dalam kehidupan yang serba “berbasis materi” dapat kita lalui dengan selamat. Tapi masalahnya, walaupun hadits itu sudah hapal di keluar kepala, tapi penerapannya kadang sangat susah untuk dilaksanakan. Apalagi kalau menyangkut untung-rugi. Kadang wilayah “ikhlas” menjadi terabaikan, atau dapat dikatakan terlupakan.

Rasanya semangat berbagi memang menggelora di dalam dada. Usaha untuk membuat orang lain bisa seperti apa yang kita ketahui, membuat dada sedikit membuncah. Perasaan senang, karena orang yang kita transfer ilmu itu pun gembira dengan bertambah ilmunya. Semangat saling membagi membuat kita selalu berkomunikasi tentang apa saja yang ingin kita ketahui, Saling berbagi ilmu memang sangat indah. Karena dengan berbagi itu lah perasaan lebih dekat pada kawan akan lebih terasa “mewangi”.

Tapi apakah saya bisa memastikan, bahwa tranfer ilmu dilakukan dengan ikhlas? Bukan karena ingin banyak materi? Hingga saya sering kali terdiam dan merenung, “sudah benarkah niatku ini?” Apakah bukan karena ingin mendapat “materi” yang lebih banyak dengan membagi ilmu ini? Ilmu ini memang sangat bermanfaat saya rasakan, dan membaginya pun karena ingin manfaat yang dirasakan bisa pula mereka rasakan. Tapi?

Sungguh susah! Susah membuat garis batas yang jelas dan jernih antara keikhlasan karena Allah dan keuntungan dunia. Padahal keuntungan dunia seharusnya mengiringi bukan menjadi tujuan utama, karena niat ikhlas dalam berbagi ilmu terhadap sesama. Bukankah orang yang berilmu derajatnya lebih tinggi di hadapan Allah Swt.?